Minggu, 05 Januari 2020

Upacara Penanaman Tembuni Suku Banjar

Suku Banjar yang berasal dari Provinsi Kalimantan Selatan memiliki kepercayaan bahwa kehidupan manusia selalu diiringi dengan masa-masa kritis. Masa kritis adalah masa yang penuh ancaman dan bahaya. Masa-masa tersebut merupakan masa peralihan dari tingkat kehidupan yang satu ke tingkat hidup yang lainnya ketika manusia masih berupa janin sampai meninggal dunia. Oleh sebab itu diperlukan suatu usaha untuk membuat kondisi tersebut menjadi netral supaya kehidupan dapat berjalan dengan selamat.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan upacara lingkaran hidup, seperti upacara perkawinan, upacara kelahiran, dan upacara kematian. Rangkaian upacara adat suku Banjar ini mendapat pengaruh dari agama Islam. Hal ini dapat terlihat pada upacara kelahiran, yaitu ayah si bayi akan mengumandangkan azan di telinga sang bayi, diqomatkan, dan bibirnya diolesi gula atau kurma, dan lain-lain.

Upacara penanaman tembuni merupakan upacara yang berhubungan dengan kelahiran anak di suku Banjar. Sama halnya dengan di jawa tembuni (jawa = ari-ari, plasenta) dipercaya merupakan saudara kembar dari sang bayi. Ketika mengadakan upacara adat kelahiran bayi diperlukan beberapa perlengkapan sebagai berikut :
  1. Upiah pinang (pelepah pinang, jawa = upih) untuk membungkus tembuni atau ari-ari.
  2. Kapit (wadah tembikar yang berbentuk seperti pot kecil) untuk menyimpan tembuni.
  3. Sembilu yang digunakan untuk memotong tali pusat (ari-ari).
  4. Sarung kain batik yang digunakan untuk membersihkan tubuh bayi ketika tali pusarnya telah dipotong.
  5. Tepung tawar yang digunakan untukmenaburi tubuh bayi agar terlepas dari gangguan roh-roh jahat.
  6. Madu, kurma, dan garam digunakan untuk mengolesi bibir bayi.
  7. Kukuih yaitu bubur yang terbuat dari beras ketan.
  8. Seliter beras, sebiji gula merah, sebutir kelapa, rempah-rempah untuk memasak ikan sebagai sasarah diberikan kepada dukun bayi untuk ungkapan terima kasih.

Bayi yang baru lahir pusarnya akan dipotong menggunakan sembilu yang tajam. Tembuni yang telah dipotong akan dibungkus menggunakan upiah pinang dan diberi sedikit garam kemudian dimasukkan kedalam kapit. Kapit ditutup menggunakan daun pisang yang telah diasapi. Kapit tersebut selanjutnya akan ditanam di tanah atau dihanyutkan di sungai.

Dalam masyarakat Banjar terdapat kepercayaan bahwa tembuni yang ditanam di bawah pohon besar, kelak bayi yang bersangkutan akan menjadi orang besar, jika ditanam di bawah tanaman bunga-bungaan diharapkan namanya akan harum seperti bunga tersebut. Tembuni yang dihanyutkan di sungai , diharapkan kelak anak tersebut akan menjadi seorang pelaut. Tembuni yang diikatkan pada sebatang pohon mempunyai maksud agar setelah dewasa bayi tersebut tidak akan merantau ke luar daerah melaikan akan tetap berada di kampung halamannya.

Penanaman tembuni bergantung dari harapan orangtua terhadap anaknya di kemudian hari. Tidak ada aturan yang mengharuskan tembuni ditanamkan atau dibuang di suatu tempat seperti halnya di daerah Jawa. Bahkan, sebagian ada sebagian warga yang menyisakan sedikit tembuni dan menyimpannya dalam suatu wadah yang sama, hal ini dimaksudkan agar kelak setelah dewasa anak-anaknya dapat hidup rukun dan damai.

Setelah tembuni selesai dipotong, bayi dibersihkan dengan beberapa lapis kain sarung atau kain batik. Bayi diletakkan di atas talam yang telah dilapisi kain sarung atau kain batik. Kemudian sang ayah memperdengarkan azan dan iqamat di dekat telinga sang bayi. Hal ini dimaksudkan agar suara yang pertama didengan oleh yang bayi adalah kalimat Allah sehingga anak tersebut menjadi bertqwa. Selain itu bibir bayi diolesi dengan gula, kurma, dan garam. Hal ini diharapkan sang bayi kelak ketika dewasa akan bertutur manis dan semua perkataannya diperhatikan dan diikuti oleh orang lain.

Setelah upacara tersebut selesai, acara dilanjutkan dengan acara berparas bidan yang dipimpin oleh seorang dukun beranak atau bidan. Dukun beranak tersebut membacakan doa-doa untuk sang bayi dan tubuh bayi ditaburi dengan tepung tawar. Hal ini mempunyai maksud agar sang bayi selalu didampingi oleh saudaranya (tembuni) dan terhindar dari gangguan roh-roh jahat. Upacara berparas bidan diakhiri dengan acara makan bersama, sebagai ucapan terima kasih dukun beranak diberi sesarah seperti yang telah disebutkan.

Suku Banjar yang berasal dari Provinsi Kalimantan Selatan memiliki kepercayaan bahwa kehid Upacara Penanaman Tembuni Suku BanjarRangkaian upacara selanjutnya adalah pemberian nama sang bayi atau sering disebut dengan istilah tasmiah. Upacara ini dilaksanakan setelah bayi berumur seminggu, susunan acara dalam tasmiah antara lain : pembacaan ayat-ayat suci Al Qur'an (Surat Ali Imron), pemberian nama oleh Mu'alim atau penghulu, dan barzanji. Setelah acara tersebut selesai, warga yang menhadiri upacara ini diminta memberikan tepung tawar pada tubuh sang bayi dengan baburih-likat termasuk mu'alim dan penghulu. Selesai acara tasmiah menandakan selesainya upacara kelahiran di masyarakat banjar.